Sabtu, 19 Agustus 2017

Catatan Bisnis Rumahan Impian


Sejak lulus kuliah sebetulnya saya sudah sangat ingin punya bisnis rumahan. Alias pekerjaan yang menghasilkan uang tapi bisa dikerjakan di rumah. Home based. Bisnis rumahan yang saya bayangkan waktu itu adalah bisnis kerajinan dari kayu. Saya memang penggemar pernak-pernik untuk menghias rumah. Inspirasinya datang karena saya sering dolan di Mirota Batik Yogyakarta. Di sana kan banyak tuh, aneka kerajinan dari kayu. Selain itu di Semarang waktu itu juga ada toko kerajinan kayu ini di salah satu mal. Apalagi rasanya bisnis ini dekat dengan kuliah saya di jurusan arsitektur.

Karena waktu itu langsung kerja ‘kantoran’ perlahan namun pasti keinginan berbisnis pernak-pernik ini pun menguap.

Keinginan berbisnis rumahan menguat kembali ketika lahir anak kedua. Waktu itu rasanya makin tidak tega meninggalkan rumah terlalu lama di jam-jam kantor.

Keinginan itu pula yang membuat saya bikin blog ini: Pekerjaan Ibu. Kalau sempat lihat postingan awal blog ini, keinginan saya adalah bisnis yang berhubungan dengan menjahit pakaian. Inspirasinya datang karena saya kerap membaca blog-blog tentang kerajinan dan jahit. Selama minggu-minggu awal selepas melahirkan anak kedua, blog-blog itu jadi teman setia saya.

Inspirasi menjahit pertama saya: Rumah Jahit Haifa

Ada salah satu blog tentang menjahit yang waktu itu sangat menginspirasi saya, yaitu blognya Rumah Jahit Haifa. Mbak Susi -pemiliknya- rajin menulis tentang tips-tips menjahit sembari mempromosikan usahanya, yaitu bisnis menjahit baju secara online. Pelanggannya tersebar ke seantero nusantara. Tak jarang pelanggan dari Papua bahkan dari luar negeri mengirimkan kain untuk dijahit Mbak Susi di Tangerang. Ribuan kilometer jauhnya. Padahal bisnis menjahit identik dengan keharusan bertatap muka karena kegiatan ukur mengukur. Tetapi Mbak Susi terbukti sukses dengan bisnisnya ini, dan sekarang semakin berkembang dengan memiliki merk baju muslim sendiri, utamanya gamis.

Saking terinspirasinya, sampai-sampai saya beli mesin jahit, merk Janome, dan sempat menelurkan beberapa ‘karya’ yaitu kantong ajaib (yang ternyata ukurannya pas untuk tempat buku tabungan), tatakan gelas, sarung bantal, dan gamis tanpa lengan dan kerah. Saya memang tidak kursus menjahit. Waktu itu untuk membuat pola gamis, saya pakai baju saya lalu saya jiplak di atas kain. Tips ini sebetulnya berhasil, tapi ternyata saya nggak cukup sabar untuk lanjut belajar membuat kerah dan lengannya.

Kenapa tidak kursus jahit? Saya sebetulnya sudah sempat mencari-cari info ini. Waktu itu rata-rata biaya yang harus dikeluarkan untuk kursus menjahit adalah 500-750 ribu rupiah perpaket. Dengan angsuran KPR saya yang waktu itu 500 ribu, rasanya berat menyisihkan sejumlah itu buat kursus jahit. Belum lagi jadwalnya yang ketat macam anak sekolahan.

Karena keinginan punya usaha tanpa meninggalkan anak bayi masih kuat, saya bertekad untuk punya usaha baju kebaya. Waktu itu terinspirasi karena waktu akan wisuda, saya kesulitan cari kebaya katun yang bagus di toko-toko. Sempat tuh, kulakan kain di Solo, menjahitkannya ke teman yang punya kenalan usaha konveksi, dan jadilah beberapa potong kebaya katun. Tapinya lagi, ternyata saya tidak punya keahlian menjual yang baik. Jadilah, selusin lebih kebaya katun itu sebagian besarnya saya bagi-bagi ke saudara dan teman.

Seiring dengan habisnya masa cuti, mbak pengasuh yang canggih mengasuh dua batita, dan jadwal ngantor yang semakin longgar jadi nggak melulu harus meninggalkan anak-anak seharian, akhirnya belum jadi serius punya bisnis menjahit di rumah.

Saya jadi mikir, mengapa cita-cita bisnis rumahan saya selalu kandas? Layu sebelum berkembang? Eh jangankan berkembang, tumbuh aja belum jadi. Hehe. Saya rasa alasan utamanya karena saya belum kepepet. Waktu itu anak masih ada yang mengasuh, masih punya aktivitas harian di kantor, dan belum kepepet dengan kebutuhan tambahan. Bisnis rumahan jadi ajang coba-coba.

Mari saya bagi catatan saya, sehubungan dengan bisnis rumahan yang pernah saya lakukan dan belum berhasil ini:

1. Modal tetap penting. Memang tidak melulu soal uang, tapi waktu dan energi adalah modal yang harus juga dikorbankan untuk memulai bisnis. Misalnya untuk mencari pemasok kain yang bagus dengan harga paling ekonomis, kita harus meluangkan waktu untuk mencari informasi di internet, di pasar-pasar, yang artinya waktu dan uang untuk bepergian. Kalau cuma ndongkrok di rumah ya nggak akan ketemu.

2. Punya keahlian. Bukan berarti kita harus bisa melakukannya sendiri. Meskipun kita bisa menyewa jasa profesional, setidaknya kita mengerti dasar-dasar dari usaha yang kita geluti. Bunda Anne Avantie itu berdasaran pengakuannya sendiri, tidak bisa menjahit. Tapi Bunda Anne dikenal sebagai perancang kebaya dengan kualitas internasional!

3. Tergabung di komunitas yang tepat. Penting supaya selalu up to date dengan perkembangan bidang yang kita geluti, punya peer yang saling menyemangati.

4. Dikerjakan dengan bahagia. Memang tidak dapat dipungkiri, jika kita mencintai apa yang kita lakukan, maka hasilnya juga akan maksimal. Mengapa? Karena kita akan all out, mau menggali dengan aneka sumberdaya untuk menjadikan produk kita maksimal.

5. Punya partner. Kita bukan superwoman yang bisa mengerjakan semuanya sendiri. Apalagi bisnis rumahan kadang masih harus membagi waktu dengan kegiatan rumah bersama anak. Contohnya waktu saya gagal jualan kebaya tadi. Sebetulnya saya bisa mengajak teman yang lebih ahli di bidang penjualan, misalnya, sementara saya bisa fokus pada produknya.

6. Memisahkan keuangan bisnis dan rumah. Ini tips sejuta umat sejuta pakar. Tapi prakteknya nggak gampang. Dan saya paling bandel soal ini hehe.

7. Istiqomah. Kalau gampang menyerah atau sedikit-sedikit mau ganti bisnis lain, sepertinya cita-cita bisnis rumahan nggak akan sampai mana-mana.

Sekarang ini, sudah memasuki tahun ke tujuh tidak ada pembantu sama sekali di keluarga saya. Meskipun cuma pocokan. Dan secara tidak sadar, sesungguhnya saya sudah menjalankan bisnis rumahan, karena kegiatan kantor saya, 90% saya lakukan di pojokan ruang tengah. Makanya, kalau ditanya kantornya di mana, saya jawab di pojokan, itu betul.

Hal ini mungkin saya lakukan sebagian karena ada internet. Hampir semua informasi yang dibutuhkan bisa dicari di dunia maya yang lebih luas dari samudera dan disampaikan lewat surel, dan bahkan WA. Hanya perlu sesekali saja pergi untuk bertatap muka. Pekerjaan saya? Mengelola kantor bareng suami –setelah dia resign-. Usaha kami memang lebih bersifat jasa. Dan tetap saja sih, dia harus sering bepergian kemana-mana. Tapi saya sering cukup mengerjakannya dari rumah. Kadang untuk pekerjaan yang lain saya juga sih yang harus pergi beberapa hari, dan suami yang mengurus anak-anak di rumah. Selama beberapa tahun ini kami terbiasa dan semakin ‘terlatih’ dengan pola ini.

Sekarang saat kebutuhan keluarga semakin meningkat, dan ekonomi yang masih dibilang lesu, keinginan saya untuk usaha jahit menjahit menguat lagi. Sepertinya, kalau ditanya oleh dua mbak-mbak blogger kece Wahyu Widya: http://www.awanhero.com dan BunSal: http://www.muslifaaseani.com seperti tema Arisan Blog Gandjel Rel kali ini: Apa bisnis rumahan impianmu? Jawaban saya mungkin ada hubungannya dengan menjahit baju.

Seperti obsesi ya, tapi semoga ada jalan mencapainya. Aamiin. Nanti kalau bajunya sudah jadi, dibeli yaaa.







15 komentar:

  1. Ayo Winda belajar lagi, ntar kalo udah expert aku daftar jahitin tunik deh

    BalasHapus
  2. Aku dr dulu juga pengeen bgt bisa jahit minimal bs bikin baju buat diri sendiri, suami dan bocah2

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apalagi duo bocah cantik-cantik pakai baju buatan emaknya pasti tambah gemesiin. Baju anak cewek modelnya lucu-lucu, Maak!

      Hapus
  3. Mau jaitin gamis deh... Kapan bisa konsultasi nih?

    BalasHapus
  4. Aamiin..
    Semoga ikhtiar mbak Winda terkabul dan bisa segera jeng2 ke Lombok.

    *digathuk2ke ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha.. makasih BunSal. Aku pengen banget jalan-jalan ke Lombok. Ditemenin lho ya!

      Hapus
  5. Ahh keren bingit udah bisa make baju jahitan dewee...semoga tercapai impiannya yaa maksaay...aku no 6 tuh yang plak banget, masih nyampuur...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Demi kepraktisan dicampur, akibatnya praktis banget juga raibnya. Hehe. Oh, ini komen baju yang waktu itu aku pakai ya. Hihi. Masih amburadul padahal.

      Hapus
  6. aaak mak win kita samaan pengen punya bisnis dibidang jahit menjahit :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kolaborasi oke nih, kayaknya, mbak Dani.

      Hapus
  7. Wah ayo lanjutkan mbak win, ya nanti dibeli lah satu atau dua hehe bajunya, bener mbak kalau mau bisnis apalagi ada anak, harus kerjasama dengan suami antara ngurus rumah dan anak, kalau aku mah Alhamdulillah udah bisa misahin antara uang untuk keperluan dan buat ini itu, ada pos-posnya mungkin karena belum ada anaknya kali ya, bener kalau bisnis kuncinya kudu tekun istiqomah 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak, kudu belajar rapih dan teratur dari Mbak Vita.

      Hapus
  8. Semangat Mbak. Pokoknya berpokir positif heheh. Semoga sukses selalu dan hatur nuhun ya

    BalasHapus